It’s always in the wee hours of the day that I recall times way back when. It’s 6 AM and this old lady has not slept. The house was up for sahur and so I couldn’t go back to sleep. It’s so quiet here, you know? Crickets everywhere. And by 6 AM the birds sing.
‘Cewek jaman sekarang’? Saya 74 tahun, dan kalo kamu ngomong gini ke saya 50 tahun yang lalu tak tendang itu cocot. Sorry ya cah mokondo, kalo suami komplain gitu, sendirinya bisa masak ndak? Udah bukan tugas istri doang hari gini...beha saya aja lebih update dibanding kamu, dul.
Waktu tahun 1966, umurku 20 tahun. Sulit dipercayai, itu hampir 60 tahun yang lalu! Pasca 1965, banyak sekali perubahan di Indonesia pada waktu itu. Tapi jujur, aku sudah banyak lupa. Cuma inget rokokku dulu Salem dan jangan tanya dulu kita ngapain di bawah pohon kedondong.
Generasi kakek nenek saya ini wajar saja 'tangguh' karena melalui era Great Depression, di mana tidak ada pilihan lain selain bersusah payah, agar supaya keturunan mereka tidak perlu begitu lagi. Bukannya manja, sudah seharusnya begitu. Stick to cooking, chef.
Saya nggak pernah punya anak tapi hidup tetap bahagia di masa tua. Saya dekat dengan kemenakan kemenakan saya. Kalaupun tidak, saya punya banyak teman, dan jikalau saya sakit, saya tinggal dibantu caretaker. Asal kita orangnya oke, mau bagaimana juga sendiri tidak selalu kesepian
Ketika kita sadar bahwa ibu kita hanyalah seorang gadis kecil yang bingung mesti melakukan apa karena tidak sempat menjadi gadis sepenuhnya…itulah ketika kita benar2 sadar kita dewasa. Bukan jadi justifikasi kesalahan mereka ya, tapi setidaknya, sebagai anak, kami paham.
@PhilCatDev
inget waktu kecill, ibu kalo marah lebih sering nyubit yg bener2 sakit bgt, cuma setelah dipikir2 kaya ah yaudah deh anak 20 thn an ga ada basic apa2 tbtb punya anak jadii belum tau :(
Alm. ibu saya (kelahiran tahun 1928) menikah umur 16 tahun, post-partum stlh pny anak kembar. Dia baru bisa memiliki kesadaran & pengetahuan setelah sering berteriak & memukul saya dan alm. kakak saya. Baru 7 tahun ke belakang beliau sadar, karena tidak ada yg mengajarkan dulu.
@meutiafaradilla
Subhanallah..menganggap nenek/buyut (yang berkat perjuangan mereka kita lahir dan tumbuh di dunia) "belum memiliki kesadaran itu" dan "pengetahuan mereka masih terbatas".
Astaghfirullah..
Saya kuliah zaman beliau. Ada alasan kenapa angkatan saya banyak yang pergi ke luar negeri tahun 1970an. Memori selektif angkatan Orba itu berbahaya, karena anak2 sekarang tidak tahu langsung apa yang kemudian memuncak di 1998. Sikap dan moral apa? Orang hilang itu beradab?
Aku Bersekolah di Zaman dia, memang di zaman Pak Harto Perhubungan tidak seperti sekarang, namun Sikap dan Moral di Zaman itu bener2 ber Adab. Jasa beliau begitu besar buat Negeri ini.
sisi buruknya tentu ada, tapi tidak menyusahkan Rakyatnya.
Pateni Berjaya di zamannya
Alfatihah
Ini hasil scan foto tahun 1970, tahun terakhir kerja sebagai guru BK, sebelum berangkat ke Amerika. Album scrapbook perpisahan. Kakakku si Tilly yang suka kreatif
Ini 'modular desk', karena sering saya pindah pindah di rumah kalau bekerja atau menulis agar tidak bosan 💡📃📘🖊️
@shntslty
Nah kan?? Semua pasangan itu berbeda...dulu aja suami sama saya sama2 gabisa masak 😆 dikira kita cetakan oven apa plek plek sama semua? Yang banyak komplain itu model cetakan gingerbread man, heboh dengan segala icing tapi sendirinya GARING.
Mana menganggap remeh bunuh diri pula, bilang itu soal mental strength. Suicide rates veteran WW2 kecil karena mau tidak mau harus bertahan hidup. Sekarang kita paham yang namanya PTSD. Jaman dulu cuma disebut 'stress'. Cuma karena ada namanya, bukan berarti mental tempe.
Setidaknya, waktu era Great Depression, sehancur2nya ekonomi, sekitar zaman itu benar2 bisa mulai dari 0. Lah sekarang? Mencari kerja saja susah, mencari tempat tinggal susah. Tantangannya berbeda.
"Penyebabnya? Didikan orang tua yg “salah” + Perkembangan teknologi yg terlalu cepat + Humanisme yang berlebihan."
Humanisme yang berlebihan itu opooo toh...salah kah memperlakukan anak2 sebagai manusia? Rasanya itu bukan 'humanisme yang berlebihan'.
Pada kala itu ya itu yang beliau rasa benar. Sekarang? Tidak bisa begitu lagi. Semua berbeda. Kita semua tumbuh dan berkembang, agar generasi muda kita bisa hidup lebih sejahtera. Itu inti hidup kita, bukan malah julid dengan yang muda!
"Dikit-dikit “terluka” atau sakit hati. Sebentar-sebentar perlu “healing” atau menyerah sekaligus. Dan kalau dikritik, ngamuk."
Generalisir sekali. Generasi sekarang melihat konflik politik & perang di mana2, aksi2 penembakan dan terorisme, belum juga ekonomi yang hancur.
Jangan salah, saya sebagai kelahiran pasca kemerdekaan melihat banyak perbedaan didikan dan pola asuh generasi2 sekarang. Tapi menurut saya, marginnya lebih baik. Nutrisi lebih baik, kesehatan mental lebih baik. Jaman dulu, kita tidak ada pilihan. Sekarang ada pilihan.
Tahun 1954 warga Palutungan banyak cari aman di kampung saya semasa DI/TII padahal kami juga sedang susah pasca PD2, listrik belum ada. Tidak perlu dibandingkan dgn yg skrg. Seharusnya kita malu yg muda masih mengeluh, artinya kita belum bisa mewariskan dunia yg lebih baik.
Menurut gw ya.
Kalau loe masih sempat berpikir "masa depan", "hidup kok gini2 aja", "harga rumah mahal", etc etc, lalu berpikir utk nyerah aja...
Berarti hidup loe masih terlalu nyaman.
Generasi gw, generasi krismon, pas seumur loe gak sempat mikir2in itu.
Gak gerak = gak
Banyak hal yg saya pelajari dari alm. Moesje. Bertahun2 saya sakit hati atas perlakuannya kepada saya, tp ketika kami berdua di masa senja, kami berjujur. Ia menyakiti kami karena ia juga tersakiti, luka perempuan dari generasi ke generasi. Semua dimaafkan, Mama. I miss you ♥️
@ikyimoetskali
Itu kesimpulan yg tergesa2. Korelasi bukan penyebab, dan efek media sosial terhadap nilai dan sikap generasional adalah hal yang kompleks. Jumlah penderita depresi dan kecemasan ‘naik’ karena baru sekarang kita benar2 membicarakan kesehatan mental
Moesje selalu bilang ke cucu dan cicitnya, menikah itu nanti saja kalau sudah siap, lebih baik lagi kalau sudah mandiri secara finansial, gak tahu amit2 jabang bayi suami kenapa kenapa…
Percuma membantu orang yang tidak meminta dibantu, simpan energi itu untuk yang memang mau dan berhak dapat bantuanmu.
Jangan merasa tersinggung juga ketika dia tidak berterima kasih, toh karena memang kita tidak diminta. Jangan biasakan menjadikan diri sebagai martir.
18 vs now. This was back in 1964, when I started college. My father made a big deal of photographing his 'big little girl'. Sad and happy day, cause I was supposed to have gone with my sis but she got married. That's how it was then! I don't know what was going on with my hair...
Saya dengar ceritra dari cucu kemenakan saya kalau di TikTok ada yang meromantisasi keluarga Cendana dan lain sebagainya, karena ya angkatan muda ini cuma dengar memori selektif orangtuanya. Jaman enak jaman enak, iyalah, wong mereka tidak hilang dan bukan tahanan politik.
Arogan sekali anak anak angkatan 70-80 ini. Saya yang tumbuh di zaman Agresi Militer, DI/TII, dan 1965 saja paham bahwa omongan terhadap anak muda begini itu patronizing sekali.
Kids, once they're over 40, they think they know everything!
Lebih Tangguh generasi Kami yang lahir 1970 an dan 1980 an . Ini yang sering kusampaikan pada anak anakku . Jangan Lembek nak !!! Hidup itu tak seputar ML dan Tictok .
Konyol saya rasa untuk bernostalgia mengatakan zaman dulu lebih bermoral dan lain sebagainya. Jaman dulu mukulin anak dan istri juga dianggap lumrah, tapi apakah itu baik? Zaman berubah dan nilai berubah.
Dan benar adanya. Banyak tetangga saya yg begitu si bapak wafat, ibunya stress dan kebingunan mesti apa. Menikah umur 16-22, belum mencicipi hidup sendiri, hanya sejauh izin bapak dan suami, mendadak harus jadi kepala keluarga.
Sebenarnya tidak salah, dimengerti kok begitu. Cuma maksudnya, dengan harus membesarkan anak dulu agar dapat jaminan hari tua seperti menulis sendiri takdir anak kita. Saya mengutip dari yang lebih ahli:
Saya dulu ikut kursus komputer pertengahan tahun ‘70an waktu sudah si US sama suami saya waktu masih zaman IBM. Asal kalian tahu, computer programming itu pionirnya banyak perempuan. Coba liat dari kliping berita tahun ‘67 ini (bukan saya ya yang di foto)...
Belum lagi kalo membahas orang Indonesia, seperti Papa saya yg kelahiran 1919. Beliau seumur hidup kenyang menelan masalah, tak pernah dibicarakan sampai sampai dia stroke. Masa mudanya disibukkan dengan mengurus kemerdekaan, istri dan anak di rumah terlantarkan.
@AzmiMaulidino
No such thing as a 1960s pose to me! We were always like what we are today, just not always caught on camera. But my late sister and her husband were quite serious photographers, so perhaps this was because of their directions 😃
Karir oke, uang banyak, malah bisa menyantuni saudara yg lebih membutuhkan. Malah yg sering terjadi, orangtuanya (bapaknya, sering sekali) tak lagi mampu menghidupi anak cucu, akhirnya datanglah bala bantuan para tante perawan tua dan janda.
Kita tidak bisa bicara ‘ada sisi buruk dan sisi baik’ seakan sisi baiknya memaklumi sisi buruknya, memang tujuan sisi baik itu untuk menutup kebobrokan buruknya.
Alhamdulillah, puji Tuhan, anak2nya mematahkan rantai itu. Saya senang cucu cucu keponakan saya semua mengalami masa kecil yg baik. Walaupun ada masalah, tp tidak disakiti oleh orangtua mereka sedemikian rupa—orangtua2 yg lelah karena diberikan beban penuh mengurus anak.
Rambutku tahun segini memang dipanjangin, karena jaman sekolah sampai akhir '60an selalu pendek (nanti kucari lagi foto2nya). Konsepnya si Tilly yang bikin, yang pertama gadis santun baik baik, yang kedua gadis centil yang gembar berbincang di telepon semalaman ☎️📞☕️
Kadang heran saya dengar orang ‘tua’ yang bahkan di bawah saya umurnya tapi berbicara ‘zaman dahulu orangtua kita mengajarkan budi pekerti, moral, dan beradab’ tapi saya ingat mereka dulu bangor dan bejat 😂 orangtua mereka juga sebenernya stress sebagai generasi perang.
@difotoinandra
Sekarang sudah tidak. Dulu terakhir waktu di Amerika saya suka Virginia Slims. Waktu di sini Marlboro merah, tapi habis itu sudah tidak. Alm. kakak saya meninggal karena penyakit paru, jadi alm. mama saya ndak mau saya ngerokok lagi waktu pindah ke Indonesia 😅
Oh sayang, jaman nenek-kakek kamu dan di atasnya, orang jarang menikah karena cinta. Lebih sering karena uang dan politik. Menikah karena uang itu bukan sesuatu yang baru, atuh.
@ikyimoetskali
Wajar bila ada keengganan utk bekerja keras karena iklimnya pun tidak rewarding. Benefitsnya tidak sebanding dengan kerjanya. Hanya karena org lebih vokal soal perasaan, bukan berarti mentalitasnya lemah; konteks dan tolak ukurnya yg berbeda.
Buktinya, banyak yg berkeluarga sekalipun msh kesepian. Yaa bisa jd krn sirkumstansi kehidupan saja/ada pihak yg bermasalah. Teman2 saya yg 60+ banyak yg seperti ini. Tidak lebih baik utk fokus sama mereka saja yg benar2 kesepian, bukan ke yg masih muda & punya kehidupan sendiri?
Missing my mother again. The waves of grief don’t end. Here are pictures of us from 1948 (I think). I might have scoffed at ‘The Best Mom’ when she was alive, but now I don’t care. I’m far too old to carry those pains, I’m letting them go. All I know is I miss her terribly.
Nah kalau kasusnya seperti orang kota yg tidak menikah atau childfree piye? Lha ya biarin toh, hidup2 mereka kan? Lebih tau mereka. Siapa yg mengutus para ksatria ini menjadi FPR (Front Pembela Rahim)? Saya kenal banyak perempuan begini yg 40+ dan hidupnya tetap oke kok...
Tadi pagi disamperin Mama ke kamar.
Mama: “Ayo lekas bangun, nanti kita telat ke gereja.”
Aku: “Lah, Moes, ini kan hari Kamis dan kita bukan Kristen.”
Mama: “Gusti nu agung, iya juga ya.”
Semalem Mama habis nonton Murder, She Wrote yg episode gereja. Kayaknya kebawa mimpi 😆
Found this very old photograph of the Dutch East Indies from 1858. Photos from before the 1890s are quite rare! You can tell because of the rocking chairs which were in fashion in those days. Of course, so was indentured servitude and the Cultivation System.
Setiap 5 Juli, kawan lamaku Hilda mengadakan pesta kebun sesuai tradisi ibunya dulu si Tante Yvonne untuk sanak saudara dan rekan kerja alm. Oom Magnus.
Ini kumpulan pertamaku sejak COVID-19, seizin kepala desa dan dengan pertimbangan tidak ada kasus di daerah sini 😊
Fascinating. In colonial times, Western people always called people of color indolent and lazy, when in reality these people just don't live the fast-paced, industrial, for-profit lives that the West had built for themselves.
In the 1970s & 80s, anthropologists working in small-scale, non-industrial societies fastidiously noted down what people were doing throughout the day. I’ve been exploring the data & am struck by one of the most popular activities: doing nothing. [thread]
Masalahnya masih banyak yg berkutat di keluarga nuklir sih, yg hanya mengurus keluarga ini. Di kampung sini ya kalau ada lansia terlantar, disantuni tetangga, masjid, dan gereja. Saling mengurus dalam satu komunitas. Tidak individualitis.
Tidak mudah punya anak sebanyak itu, apalagi di daerah, walau banyak yg membantu, tapi tanggungjawabnya besar. Dan seringkali, sang bapak merasa cukup menafkahi saja. Untung ipar saya masih mau merawat anak, tp sayangnya dia meninggalkan kakak saya—setidaknya saat anak2 sdh besar
@ikyimoetskali
Mentalitas lemah itu ada karena perbandingan antara konteks yg berbeda. Jaman saya dulu mungkin org lebih giat dan konsisten bekerja, tp mendapatkan pekerjaan tidak terlalu susah. Bisa lgsg datang dan minim pengalaman. Skrg? Wah, susah sekali dengan gelembung HRD.
Another highlight from yesterday, danced to ‘Oye Cómo Va’ by Tito Puente when I was still in the party mood after I went home. Nothing like Latin beats to exercise my joints 💃 🎶
Kadang suka lucu ngeliat yg reply tweet saya panggil saya ‘mba’…maksudnya kurang ‘h’ di belakang yaa 🫢 alhamdulillah umur 77 masih dipanggil mbak he he he…
Jujur hati saya pedih sekali mengingat hal2 yg dikatakan dan dilakukan ke kakak saya dan saya waktu masih gadis. Pun mendengar hal2 yg dikatakan kakak saya ke anak2nya, karena kakak saya pun tidak bisa menahan sakit hatinya dan punya masalahnya sendiri.
Saya kira beliau senang, dan awalnya memang, tapi waktu kita berdua sudah tua, segala sakit hati kami berdua kami sampaikan, sampai menangis dan saling meminta maaf. Beliau menyesal membiarkan kakak saya menikah cepat, karena dia juga kena post partum.
@ikyimoetskali
Media sosial tentu menjadi ‘kaca pembesar’ bagi masalah masyarakat, tapi mudharatnya juga diikuti oleh manfaat. Kita jauh lebih tersambung dan tidak terbatas oleh jarak dan konteks.
Ini kok sepertinya Millennial tapi sikapnya macam Boomer seangkatan saya 😅 jaman saya kecil belum ada listrik dan WC pun masih di luar rumah, saya gak mungkin bilang ‘kamu mah enak’ sama generasi anak-cucu saya. Lha ya wong sudah semestinya generasi berikut hidup lebih enak.
It’s alright to be upset, to be sad, to be afraid. These are things that make you human, and they are not reasons for you to beat yourself up; sometimes it’s simply an indicator that you’re still alive and that you want to process these experiences as you see fit.
Saya mau cerita sedikit tentang Mama saya yang dulu menikah waktu umur 17 tahun (alm. Papa sudah 26 tahun waktu itu) dan hamil waktu baru berumur 18 tahun, selagi membahas kenapa pernikahan dini dan age gap dalam sebuah hubungan bisa *berpotensi* bermasalah.
Mas Ainun tahu tidak, akhir tahun 1960an, Muslimat & Fatayat NU menyodorkan persoalan angka kematian Ibu dan bayi yg tinggi di kalangan Nahdliyin kepada PBNU, minta PBNU merespon?
Salah satu sebabnya ya kehamilan di usia remaja itu berisiko tinggi.
Kakak saya menikah selepas SMA, waktu suaminya baru mau lulus kuliah. Tahun 65-78, anaknya empat orang. Bebannya luar biasa, dikira dia tidak akan kerja. Makanya akhirnya dia kuliah (Pend. Sejarah Sanata Dharma) dan jadi guru. Mama saya menyayangkan dia terlalu cepat menikah.
Halo semua! Dalam rangka Women's Day tanggal 8 Maret esok, mari turut berpartisipasi dalam kampanye bersama
@girlupugm
. Silakan ke IG mereka atau IG saya, dan mari berbagi mengenai kemenangan kecil kita sebagai perempuan dan perempuan yang menginspirasi kita!
Luar biasa sekali ibu ini... Suaranya masih begitu merdu... ❤️🌷
Ada yang tahu beliau siapa? Kata ponakanku ini Ibu Sud, tapi beliau kan wafat tahun 1993 😅 videonya juga terlihat baru sekali...
Tante saya pekan lalu wafat dalam umur 97 tahun. Beliau adalah kakak Mama saya, dan saudara terakhir dari pihak Mama saya yang masih ada. Semakin ke sini saya semakin sadar, saya menjadi salah satu anggota keluarga tertua yang masih ‘tersisa’.
Found the other photos from this set, this time with my hair done properly. Ceritanya aku sebagai anak kuliah yang 'serius', tapi sebenernya aku sebel banget difoto fotoin bapak. Foto kedua itu aku lagi ngeluh 'Pak, kapan kelar?' Ceking sekali yaa...20 kg, 57 tahun yang lalu 😅🤭
18 vs now. This was back in 1964, when I started college. My father made a big deal of photographing his 'big little girl'. Sad and happy day, cause I was supposed to have gone with my sis but she got married. That's how it was then! I don't know what was going on with my hair...
'Altar' kecil di kamar dengan statuette Santa Philomena, hadiah dari teman lama saya. Saya tidak lagi seorang practicing Catholic, tapi saya selalu suka dengan sosok santa ini sebagai penjaga anak anak 💜🌸
Mamaku itu umur 91 tapi ndak pikun, cuma pelupa aja dan suka lucu memang. Orangnya masih sangat aktif senam, berenang, dia punya kelompok bird watching, kelompok rajut, dan beliau sudah jadi relawan
@palangmerah
sejak tahun 1950an lho...
It makes me sad to read this. Even though both my mother and I are old now, so many emotional wounds remain. They last a long time. Up to us to forgive, forget, or live on. Parents aren’t perfect, none of us are 💔
Memaafkan orangtua yg bersalah bukan berarti melupakan/menjustifikasikan kesalahan mereka, tetapi melepas beban dampak perlakuan mereka untuk kesejahteraan kita sendiri. Silakan baca artikel Gayle Kirschenbaum tentang hubungannya dgn ibunya yg 100 tahun.
Terima kasih untuk komentar komentar kalian yang begitu manis! Maaf tante nggak bisa balas satu satu. Ini kemarin lagi dandan karena ada konferensi dengan rekan kerja tante dulu di Zoom, sehari hari tante dasteran kok... 😁
Counseled a young couple the other day on meeting Indonesian parents for the first time and the dos and don'ts. I must say it is refreshing to have younger clients! As someone who had a mixed culture marriage, I understand the challenges. (photos shared with their permission)
@oknumnabi
Petula Clark, Peggy Lee, Doris Day, Cass Elliot (the Mamas and the Papas), the Seekers...tahun segitu saya seleranya begitu begitu saja. Waktu tahun 1970an ke atas baru tuh waktu tante di US, ketemu Carpenters, ABBA, Shirley Bassey, Carole King...
Lived through both Korean & Vietnam Wars. Having all the comforts our predecessors didn’t have does not mean that the younger generations suffer less. The challenges are so different. If anything, we should be ashamed we let them live through what we should have prevented.
Semua memang serba gampang sekarang, tapi kan tantangannya beda. Tak usahlah main mendang mending begitu…masih muda kok survivorship bias, mentang mentang selamat melalui krismon…
Unbranded. Itu artisan. Dulu waktu masih tinggal di Florida, tetangga tante saya kakinya digigit aligator. Sama anaknya ditembak si aligator dan kulitnya dijual, lalu saya jadikan dua buah tas.
Mengenang Ir. H. Raden Prabowo Langitsamudro Mangkoedimedjo (17 September, 1919-1999), Papa saya. Foto terakhir beliau pada tahun 1995, ketika beliau berusia 76 tahun. Seumur saya sekarang. It's weird to be as old as your parents, even at this age. Happy birthday in heaven, Pap❤️
Alm. Mbah Kakung saya, Raden Dharma Soesila Mangkoedimedjo (1886-1957). Beliau kultivator anggrek, kolektor antik, dan pemilik perusahaan teh keluarga kami dulu.