Kita sangat dominan ketika melawan korsel, catatan positif ini dulu yang harus kita apresiasi. Kita tak lagi inferior melawan raksasa asia. Dan kalau ditanya penyebab kegagalan lolos, 1 jawaban saya yaitu saat melawan laos terlalu meremehkan. Ini yg tak boleh terulang lagi.

Berbeda dengan era sebelumnya, yang mungkin dari hasil terlihat baik, tapi kita harus akui bahwa permainan inferior kita yang hanya menunggu bertahan dan berharap peruntungan di serangan balik dan lemparan ke dalam. Sistem yang saya kira tdk bs diwariskan.

Banyak yang bertanya bagimana tanggapan saya. Kalau mau sama-sama jujur, kita semua menyaksikan apa yang terjadi di atas lapangan. Sebagai pencinta sepakbola pasti ada pengakuan dalam hati bahwa permainan timnas kita sudah meningkat jauh, meski hasil akhir belum memuaskan.

Sudah dibilang, full pemain dan pelatih anak2 negeri pun bisa lolos piala dunia. Jangan remehkan kami.

Kalau tidak paham apa proses yang sedang berjalan di balik layar sebaiknya tak perlu banyak komentar

Proses anak2 muda asli bangsa yang perlu kita kawal terus. Kalau hasil ambil pemain instan ya wajib hasil yang instan juga. Jadi saya kira tidak bisa disamakan.

Sejujurnya, STY masih layak diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugasnya di round 3 ini. Karena melatih timnas untuk lolos QWC bukan sekedar memahami para pemain (baik lokal maupun diaspora). Tetapi juga mengerti karakter tim lawan. Saya kira STY sudah paham Bahrain, Cina, Aust

Terima kasih, bung Erik!

Bila terus diberi kesempatan, maka anak2 muda kebanggaan bangsa ini punya masa depan cerah. Tapi bila hanya ingin hasil instan, kapan lagi mereka mendapat panggung seperti ini?

Buat apa euforia berlebihan. Perjalanan masih panjang. Kita terlalu mengelukan berada di peringkat 3 dan hanya berjarak 1 poin dari peringkat 2, tapi lupa bahwa poin kita sama dengan peringkat 6. Sewaktu-waktu bisa terjun bebas bila lengah dan jumawa.

Jangankan Indonesia, Jerman dan Spanyol pun akan kesulitan melawan Jepang. Tantangan sebenarnya adalah apakah Timnas mampu mengalahkan Saudi di laga selanjutnya? Bila gagal, maka sudah saatnya evaluasi.

Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak. Sibuk mencari permata di penjuru dunia, bertabur berlian di timur terlupakan. Wendy Brian MVP! Congrats

Timnas Futsal aja bisa kok.

Kekalahan adalah momentum yang tepat agar kita kembali menapak bumi dan menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Bukan malah sibuk mencari kambing hitam untuk disalahkan sana sini.

Sering kita lihat bermacam reaction pelatih, penonton, pemain cadangan, juga komentator saat terjadi gol. Bahkan anda sendiri mungkin pernah mengalami entah disadari/tidak, saat melihat proses gol yg 'tidak disangka'. Saya kira itu reaksi normal. Tak perlu dinarasikan berlebihan.

Kenapa berkali-kali hal seperti ini dipermasalahkan? Hansi Flick memenangkan sextuple bersama Munchen dengan raut wajah datar. Apakah berarti tidak bahagia? Perlu dipahami setiap orang punya ekspresi kegembiraannya sendiri.

Kemenangan yang patut disyukuri walaupun harus melalui adu penalti. Saya kira bukan hal baru, karena di kelompok umur kita pernah mengalahkan Korea Selatan 3-2 dalam waktu normal. Dan saat itu tanpa satupun pemain naturalisasi. Memang sebetulnya kita mampu.

Dalam diskusi harus bisa memahami substansi yang disampaikan lawan bicara.

Komang. Witan. Marcel. Ridho. Arhan. Ernando. Indonesia bisa, Indonesia bangga.

Ada kalanya kita menempatkan diri sebagai suporter, ada saatnya sebagai komentator yg harus netral. Demikian agar dipahami